مُقَدِّمَةُ
ابْنِ كَثِيرٍ
بسم
الله الرّحمن الرّحيم
Syekh Imam Al-Hafiz, Imaduddin Abul Fida Ismail ibnul Khatib Abu Hafs
Umar ibnu Kasir —semoga Allah melimpahkan rahmat dan rida-Nya kepada dia—
mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang telah membuka kitab-Nya dengan
firman-Nya:
الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ. الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ. مالِكِ يَوْمِ الدِّينِ
'Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan.' (Al-Fatihah: 2-4)."
Allah Swt. berfirman:
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي أَنْزَلَ عَلى عَبْدِهِ الْكِتابَ وَلَمْ يَجْعَلْ لَهُ عِوَجاً.
قَيِّماً لِيُنْذِرَ بَأْساً شَدِيداً مِنْ لَدُنْهُ وَيُبَشِّرَ الْمُؤْمِنِينَ
الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْراً حَسَناً ماكِثِينَ فِيهِ
أَبَداً. وَيُنْذِرَ الَّذِينَ قالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَداً. مَا لَهُمْ بِهِ
مِنْ عِلْمٍ وَلا لِآبائِهِمْ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْواهِهِمْ إِنْ
يَقُولُونَ إِلَّا كَذِباً
Segala puji milik Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab
(Al-Qur'an) dan dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya, sebagai bimbingan
yang lurus, untuk memperingatkan akan siksaan yang pedih dari sisi Allah dan
memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang mengerjakan amal
saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan yang baik, mereka kekal di
dalamnya untuk selama-lamanya. Dan untuk memperingatkan kepada orang-orang yang
berkata, "Allah mengambil seorang anak" Mereka sekali-kali tidak mempunyai
pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah jeleknya
kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu)
kecuali dusta.
(Al-Kahfi: 1-5)
Allah memulai penciptaan-Nya dengan pujian. Untuk itu, Dia berfirman:
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ السَّماواتِ وَالْأَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُماتِ وَالنُّورَ
ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ
Segala piiji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan
mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang kafir mempersekutukan (sesuatu)
dengan Tuhan mereka. (Al-An'am: 1)
Allah mengakhiri penciptaan-Nya dengan pujian pula. Maka sesudah
menceritakan tempat ahli surga dan tempat ahli neraka, Dia berfirman:
وَتَرَى
الْمَلائِكَةَ حَافِّينَ مِنْ حَوْلِ الْعَرْشِ يُسَبِّحُونَ بِحَمْدِ رَبِّهِمْ
وَقُضِيَ بَيْنَهُمْ بِالْحَقِّ وَقِيلَ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ
Dan kamu akan melihat malaikat-malaikat berlingkar di sekeliling Arsy
bertasbih seraya memuji Tuhannya; dan diberi putusan di antara hamba-hamba
Allah dengan adil dan diucapkan, "Segala puji milik Allah, Tuhan semesta
alam.
(Az-Zumar: 75)
وَهُوَ
اللَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ لَهُ الْحَمْدُ فِي الْأُولى وَالْآخِرَةِ وَلَهُ
الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Dan Dia-lah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat. dan bagi-Nyalah segala
penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu sekalian dikembalikan. (Al-Qashash: 70)
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّماواتِ وَما فِي الْأَرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي
الْآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa
yang ada di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dan Dia-lah Yang
Maha bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Saba: 1)
Hanya milik Allah-lah segala puji di dunia dan di akhirat, yakni dalam
semua yang telah diciptakan-Nya dan yang sedang diciptakan-Nya. Dia-lah Yang
Maha Terpuji dalam semua itu, sebagaimana yang telah dikatakan oleh seseorang
dalam salatnya, yaitu:
"اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ،
مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ، وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ
بَعْدُ"
Ya Allah, Tuhan kami, bagi-Mulah segala puji sepenuh langit, sepenuh
bumi, dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki sesudah bumi dan langit.
Oleh sebab itu, Dia mengilhamkan kepada penduduk surga untuk bertasbih
dan bertahmid kepada-Nya, sebagaimana mereka diberi ilham untuk bernapas.
Dengan kata lain, mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Nya sebanyak bilangan
napas mereka, karena mereka merasakan kebesaran nikmat Allah yang terlimpah
kepada mereka, kesempurnaan kekuasaan-Nya, kebesaran pengaruh-Nya, dan
anugerah-anugerah-Nya yang terus-menerus serta kebaikan-Nya yang kekal
terlimpah kepada mereka. sebagaimana disebutkan di dalam firman-Nya:
إِنَّ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمانِهِمْ
تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ. دَعْواهُمْ فِيها
سُبْحانَكَ اللَّهُمَّ وَتَحِيَّتُهُمْ فِيها سَلامٌ وَآخِرُ دَعْواهُمْ أَنِ
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعالَمِينَ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh,
mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya; di bawah mereka
mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Doa mereka
di dalamnya ialah.”Subhanakallahumma" (Mahasuci Engkau, ya Allah) dan
salam penghormatan mereka ialah "Salam." Dan penutup doa mereka
ialah, "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.” (Yunus: 9-10)
وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رُسُلَهُ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ
لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
Segala puji bagi Allah yang mengutus rasul-rasul-Nya dengan membawa
berita gembira dan memberi peringatan supaya tidak ada alasan bagi manusia
untuk membantah Allah sesudah diutus-Nya rasul-rasul itu. (An-Nisa : 165)
Dia mengakhiri mereka (para rasul) dengan nabi yang ummi dari Arab,
berasal dari Mekah, sebagai pemberi petunjuk ke jalan yang paling jelas. Allah
telah mengutusnya kepada segenap makhluk-Nya dari kalangan umat manusia dan
jin, mulai dari pengangkatannya sebagai rasul hingga hari kiamat nanti, seperti
yang disitir oleh firman-Nya:
قُلْ
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعاً الَّذِي لَهُ
مُلْكُ السَّماواتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلهَ إِلَّا هُوَ يُحيِي وَيُمِيتُ فَآمِنُوا
بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ
النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِماتِهِ وَاتَّبِعُوهُ
لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Katakanlah, "Hai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah
kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan. Maka
berimanlah kamu sekalian kepada Allah dan Rasul-Nya. Nabi yang ummi yang
beriman kepada Allah, dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya); dan
ikutilah dia supaya kalian mendapat petunjuk " (Al-A'raf: 158)
Firman Allah Swt. dalam ayat lainnya:
لِأُنْذِرَكُمْ
بِهِ وَمَنْ بَلَغَ
agar dengan dia (Al-Qur'an) aku memberi peringatan kepada kalian dan
kepada orang-orang yang sampai Al-Qur’an (kepadanya). (Al-An'am: 19)
Barang siapa yang sampai kepadanya Al-Qur'an, baik dia sebagai orang
Arab ataupun orang Ajam, orang yang berkulit hitam ataupun merah, manusia
ataupun jin. maka Al-Qur'an itu merupakan peringatan baginya. Karena itu, di
dalam firman-Nya disebutkan:
وَمَنْ
يَكْفُرْ بِهِ مِنَ الْأَحْزابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ
Dan barang siapa di antara mereka dari kalangan golongan yang bersekutu
kafir kepada Al-Quran, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya. (Hud: 17)
Barang siapa dari kalangan mereka yang telah kami sebut kafir (ingkar)
kepada Al-Qur'an, maka neraka adalah tempat yang diancamkan baginya berdasarkan
nas dari Allah Swt. Pengertiannya sama dengan firman lainnya, yaitu:
فَذَرْنِي
وَمَنْ يُكَذِّبُ بِهذَا الْحَدِيثِ سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لَا
يَعْلَمُونَ وَأُمْلِي لَهُمْ
Maka serahkanlah kepada-Ku orang-orang yang mendustakan perkataan ini
(Al-Qur'an). Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur (ke arah
kebinasaan) dari arah yang tidak mereka ketahui. (Al-Qalam: 44)
Rasulullah Saw. bersabda:
"بُعِثتُ إِلَى الْأَحْمَرِ
وَالْأَسْوَدِ"
Aku diutus kepada kulit merah dan kulit hitam.
Menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah umat manusia dan jin. Beliau
diutus kepada dua jenis makhluk tersebut untuk menyampaikan kepada mereka apa
yang telah diwahyukan oleh Allah kepadanya dari Kitab Al-Qur'an yang mulia ini,
yang tidak datang kepadanya kebatilan —baik dari depan maupun dari
belakangnya—, yang diturunkan dari Tuhan Yang Maha bijaksana lagi Maha Terpuji.
Nabi Saw. telah memberitahukan kepada mereka di dalam Al-Qur'an, bahwa
Allah Swt. telah menganjurkan mereka untuk memahami Al-Qur'an melalui
firman-Nya:
أَفَلا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا
فِيهِ اخْتِلافاً كَثِيراً
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an, Kalau kiranya
Al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka menemukan banyak
pertentangan di dalamnya. (An-Nisa: 82)
Allah Swt. berfirman:
كِتابٌ
أَنْزَلْناهُ إِلَيْكَ مُبارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آياتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُوا
الْأَلْبابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran
orang-orang yang mempunyai pikiran. (Shad: 29)
أَفَلا
يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلى قُلُوبٍ أَقْفالُها
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an. ataukah hati mereka
terkunci?
(Muhammad: 24)
Kewajiban yang terpikul di pundak para ulama ialah menyelidiki
makna-makna Kalamullah dan menafsirkannya, menggali dari sumber-sumbernya serta
mempelajari hal tersebut dan mengajarkannya, sebagaimana yang disebutkan dalam
firman-Nya:
وَإِذْ
أَخَذَ اللَّهُ مِيثاقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ
وَلا تَكْتُمُونَهُ فَنَبَذُوهُ وَراءَ ظُهُورِهِمْ وَاشْتَرَوْا بِهِ ثَمَناً
قَلِيلًا فَبِئْسَ مَا يَشْتَرُونَ
Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah
diberi kitab (yaitu), "Hendaklah kamu sekalian menerangkan isi kitab itu
kepada manusia, dan jangan kamu sekalian menyembunyikannya," lalu mereka
melemparkan janji itu ke belakang punggung mereka dan mereka menukarnya dengan
harga yang sedikit. Amatlah buruknya tukaran yang mereka terima. (Ali Imran: 187)
Allah Swt. berfirman pula:
إِنَّ
الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمانِهِمْ ثَمَناً قَلِيلًا أُولئِكَ
لَا خَلاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ
إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذابٌ أَلِيمٌ
Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah
mereka dengan harga yang sedikit. mereka itu tidak mendapat bagian (pahala) di
akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat
kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan menyucikan mereka. Bagi
mereka hanyalah azab yang pedih. (Ali Imran: 77)
Allah Swt. mencela sikap kaum ahli kitab sebelum kita, karena mereka
berpaling dari Kitabullah yang diturunkan kepada mereka. mengejar keduniawian
serta menghimpunnya, dan sibuk dengan semua hal yang sama sekali tidak ada
kaitannya dengan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. melalui kitab-Nya.
Maka sudah menjadi kewajiban bagi kita kaum muslim menghentikan semua
perbuatan yang menyebabkan mereka (kaum ahli kitab) dicela oleh Allah Swt., dan
kita wajib pula mengerjakan hal-hal yang diperintahkan oleh Allah Swt., yaitu
mempelajari Kitabullah yang diturunkan kepada kita, mengajarkannya.
memahaminya, dan memberikan pengertian tentangnya.
Allah Swt. berfirman:
أَلَمْ
يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَما
نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتابَ مِنْ قَبْلُ
فَطالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فاسِقُونَ.
اعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يُحْيِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِها قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ
الْآياتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk
hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada
mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Al-Kitab kepada-nya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas
mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah
orang-orang yang fasik. Ketahuilah oleh kamu sekalian. bahwa sesungguhnya Allah
menghidupkan bumi sesudah mati-nya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepada
kamu sekalian tanda-tanda kebesaran (Kami) supaya kalian memikirkannya. (Al-Hadid: 16-17)
Allah Swt. menyebutkan ayat terakhir ini sebelum ayat pertama, untuk
mengingatkan bahwa sebagaimana Allah Swt. menghidupkan bumi sesudah matinya,
demikian pula cara Dia melunakkan hati dengan iman dan hidayah sesudah keras
dan kesat karena pengaruh dosa dan maksiat. Hanya kepada Allah-lah memohon
harapan dan bimbingan, semoga Dia melakukan hal tersebut kepada kita;
sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Mahamulia.
Jika ada seseorang mengatakan, "Cara apakah yang paling baik untuk
menafsirkan Al-Qur'an?" Jawabannya, cara yang paling sahih ialah
menafsirkan Al-Qur'an dengan Al-Qur'an lagi. Dengan kata lain, sesuatu yang
disebutkan secara global dalam satu tempat adakalanya diketengahkan pada tempat
yang lain dengan pembahasan yang terinci. Jika mengalami kesulitan dalam
menafsirkannya dari Al-Qur'an lagi, hendaklah merujuk kepada sunnah, karena
sunnah itu berkedudukan sebagai penjelas dan penjabar Al-Qur'an. Bahkan Imam
Abu Abdullah, Muhammad ibnu Idris Asy-Syafii rahimahullah berkata bahwa setiap
hukum yang diputuskan oleh Rasulullah Saw. berasal dari apa yang dipahaminya
dari Al-Qur'an.
Allah Swt. berfirman:
إِنَّا
أَنْزَلْنا إِلَيْكَ الْكِتابَ
بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِما أَراكَ اللَّهُ وَلا تَكُنْ
لِلْخائِنِينَ خَصِيماً
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tak
bersalah) karena (membela) orang-orang yang khianat. (An-Nisa: 105)
وَما
أَنْزَلْنا عَلَيْكَ الْكِتابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا
فِيهِ وَهُدىً وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) ini, melainkan
agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan
menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (An-Nahl: 64)
وَأَنْزَلْنا
إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ
يَتَفَكَّرُونَ
Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (An-Nahl: 44)
Karena itulah Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْقُرْآنَ
وَمِثْلَهُ مَعَهُ"
Ingatlah, sesungguhnya aku telah diberi Al-Qur'an dan hal yang semisal
bersamanya.
Makna yang dimaksud ialah sunnah.
Sunnah pun diturunkan kepada Nabi Saw. melalui wahyu seperti Al-Qur'an,
hanya saja sunnah tidak dibaca sebagaimana Al-Qur'an dibaca. Imam Syafii dan
lain-lainnya dari kalangan para imam menyimpulkan pendapat ini dari dalil yang
cukup banyak, pembahasannya bukan dalam kitab ini.
Maksud pembahasan ini ialah, dalam menafsirkan Al-Qur'an kita dituntut
mencarinya dari Al-Qur'an juga. Jika tidak menjumpainya, maka dari sunnah,
sebagaimana yang telah dikatakan oleh Rasulullah Saw. ketika Mu'az r.a. ke
negeri Yaman. yaitu:
"بِمَ تَحْكُمُ؟ ". قَالَ: بِكِتَابِ
اللَّهِ. قَالَ: "فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ ". قَالَ: بِسُنَّةِ رَسُولِ
اللَّهِ. قَالَ: "فَإِنْ لَمْ تَجِدْ؟ ". قَالَ: أَجْتَهِدُ بِرَأْيِي.
قَالَ: فَضَرَبَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَدْرِهِ،
وَقَالَ: "الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وفَّق رَسُولَ رسولِ اللَّهِ لِمَا
يَرْضَى رَسُولُ اللَّهِ"
"Dengan apakah kamu memutuskan hukum?" Mu'az menjawab,
"Memakai Kitabullah." Beliau bertanya, "Jika kamu tidak
menemukannya?" Mu'az menjawab, "Memakai sunnah Rasulullah."
Beliau bertanya lagi, "Jika kamu tidak menemukannya pula?"
Mu'az menjawab, "Aku akan berijtihad dengan ra’yu-ku (pendapatku)
sendiri." Perawi melanjutkan kisahnya, "Maka Rasulullah Saw. mengelus
dadanya seraya bersabda, 'Segala puji bagi Allah yang telah memberikan
taufik kepada utusan Rasul-Nya untuk melakukan apa yang diridai oleh Rasulullah'."
Hadis ini terdapat di dalam kitab Musnad dan kitab Sunnah dengan sanad
jayyid, seperti yang ditetapkan dalam pembahasannya.
Bermula dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jika kita
tidak menemukan tafsir di dalam Al-Qur'an, tidak pula di dalam sunnah, maka
kita harus merujuk kepada pendapat para sahabat. Mereka lebih mengetahui hal
tersebut karena mereka menyaksikan semua kejadian dan mengalami keadaan yang
khusus bersama Nabi Saw. dengan bekal yang ada pada diri mereka, yaitu
pemahaman yang sempurna, ilmu yang benar, dan amal yang saleh. Terlebih lagi
para ulama dan para sahabat terkemuka, misalnya empat orang Khalifah Rasyidin
dan para imam yang mendapat petunjuk serta dapat dijadikan sebagai rujukan,
khususnya Abdullah ibnu Mas'ud r.a.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan kepada
kami Abu Kuraib, Jabir ibnu Nuh, dan Al-A'masy, dari Abud Duha, dari Masruq
yang menceritakan bahwa Abdullah —yakni Ibnu Mas'ud— pernah mengatakan,
"Demi Tuhan yang tidak ada Tuhan selain Dia, tidak sekali-kali ada suatu
ayat dari Kitabullah diturunkan kecuali aku mengetahui berkenaan dengan siapa
ayat tersebut diturunkan dan di mana diturunkan. Seandainya aku mengetahui ada
seseorang yang lebih alim tentang Kitabullah daripada diriku yang tempatnya
dapat terjangkau oleh unta kendaraan, niscaya aku akan mendatanginya."
Al-A'masy meriwayatkan pula dari Abu Wail, dari Ibnu Mas'ud yang pernah
mengatakan, "Apabila seseorang di antara kami (para sahabat) belajar
menghafal sepuluh ayat, dia tidak berani melewatkannya sebelum mengetahui
maknanya dan mengamalkannya."
Abu Abdur Rahman As-Sulami mengatakan, telah menceritakan kepada kami
orang-orang yang mengajarkan Al-Qur'an kepada kami, bahwa mereka belajar
Al-Qur'an langsung dari Nabi Saw. Apabila mereka belajar sepuluh ayat, mereka
tidak berani melewatkannya sebelum mengamalkan pengamalan yang terkandung di
dalamnya. Karena itu, mereka belajar Al-Qur'an dan sekaligus mengamalkannya. Di
antara mereka ialah Abdullah ibnu Abbas, saudara sepupu Rasulullah Saw., yang
dijuluki sebagai juru terjemah Al-Qur'an berkat doa Rasulullah Saw. untuknya.
Beliau Saw. pernah mendoakannya:
"اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ فِي الدِّينِ،
وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ"
Ya Allah, berilah dia pengertian dalam agama dan ajarkanlah kepadanya
takwil
(Al-Qur'an).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Basysyar, Waki', dan Sufyan, dari Al-A'masy, dari Muslim —demikian menurutnya—
bahwa Abdullah ibnu Mas'ud mengatakan, "Sebaik-baik juru terjemah
Al-Qur'an ialah Ibnu Abbas."
Kemudian Jarir meriwayatkannya pula dari Yahya ibnu Daud, dari Ishaq
Al-Azraq. dari Sufyan. dari Al-A'masy, dari Muslim ibnu Sabih. dari Abud Duha,
dari Masruq, dari Ibnu Mas'ud r.a. yang mengatakan, "Sebaik-baik juru
terjemah Al-Qur'an adalah Ibnu Abbas."
Selanjutnya Ibnu Jarir meriwayatkannya pula dari Bandar, dari Ja'far
ibnu Aun, dari Al-A'masy dengan teks yang sama. Sanad riwayat ini sampai kepada
Ibnu Mas'ud berpredikat sahih, mengingat Ibnu Mas'ud sendiri yang mengatakan
ungkapan ini dari Ibnu Abbas r.a. Ibnu Mas'ud r.a. wafat pada tahun 32 Hijriah,
menurut pendapat yang sahih; sedangkan Ibnu Abbas r.a. masih hidup sesudahnya
selama 36 tahun. Dengan demikian, dapat dibayangkan ilmu-ilmu yang diperolehnya
sesudah Ibnu Mas'ud r.a. meninggal dunia.
Al-A'masy meriwayatkan dari Abu Wail, bahwa Khalifah Ali k.w.
mengangkat Abdullah ibnu Abbas sebagai pejabat di musim haji, lalu Ibnu Abbas
berkhotbah kepada para jamaah haji. Dalam khotbahnya ia membaca surat
Al-Baqarah, tetapi menurut riwayat lain adalah surat An-Nur; lalu dia
menafsirkannya dengan penafsiran yang seandainya terdengar oleh orang-orang
Romawi. Turki. dan Dailam. niscaya mereka semuanya masuk Islam.
Karena itu, kebanyakan riwayat yang dikemukakan oleh Ismail ibnu Abdur
Rahman As-Saddiyyul Kabir di dalam kitab Tafsir-nya bersumber dari kedua orang
tersebut, yakni Ibnu Mas'ud r.a. dan Ibnu Abbas r.a. Tetapi adakalanya
As-Sadiyyul Kabir menukil dari para sahabat hal yang mereka ceritakan dari
kisah-kisah ahli kitab yang diperbolehkan oleh Rasulullah Saw., seperti yang
diungkapkan melalui salah satu sabdanya:
"بَلِّغوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وحَدِّثوا
عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَج، وَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا
فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ"
Sampaikanlah dariku, sekalipun hanya satu ayat. Dan berceritalah kalian
dari kaum Bani Israil, tidak ada dosa (bagi kalian). Barang siapa berdusta
terhadapku dengan sengaja, hendaklah ia bersiap-siap mengambil tempat duduknya
di neraka.
(Riwayat Bukhari melalui Abdullah ibnu Amr)
Abdullah ibnu Amr r.a. pernah mendapat dua buah kitab dari kalangan
kaum ahli kitab sebagai hasil ganimah dalam Perang Yarmuk, dan dia sering
bercerita dari kedua kitab tersebut berdalilkan izin yang dia pahami dari hadis
ini.
Akan tetapi, kisah israiliyat ini diceritakan hanya untuk kesaksian
saja, bukan untuk dijadikan sandaran penguat hukum. Kisah israiliyat terdiri
atas tiga bagian:
·
Pertama, apa yang kita ketahui kesahihannya
melalui kitab yang ada di tangan kita (Al-Qur'an), mengingat di dalam Al-Qur'an
dipersaksikan bahwa hal itu benar. Maka kelompok ini dikatakan sahih.
·
Kedua, apa yang kita ketahui kedustaannya
melalui apa yang ada di tangan kita karena bertentangan dengannya.
·
Ketiga. apa yang tidak disebutkan di dalam
Al-Qur'an. Dengan kata lain, bukan termasuk kelompok pertama, bukan pula
termasuk kelompok kedua. Terhadap kelompok ini kita tidak usah percaya, tidak
usah pula mendustakannya; tetapi boleh diceritakan karena alasan yang
disebutkan di atas tadi. Hanya, kelompok ini kebanyakan tidak memberikan faedah
yang bersangkutan dengan masalah agama.
Karena itu, ulama ahli kitab banyak berselisih
pendapat mengenai masalah yang termasuk kelompok ketiga ini, dan disebutkan
bahwa adanya perselisihan pendapat dari kalangan ahli tafsir disebabkan oleh
hal tersebut. Misalnya mengenai apa yang mereka ketengahkan dalam masalah yang
menyangkut nama-nama ashabul kahfi, warna anjing mereka, bilangan mereka,
tongkat Nabi Musa terbuat dari pohon apa, nama-nama burung yang dihidupkan oleh
Allah untuk Nabi Ibrahim; sebagian dari mereka ada yang menentukan jenis sapi
betina yang digunakan untuk memukul si terbunuh (agar hidup kembali, di zaman
Nabi Musa), jenis pohon yang digunakan oleh Allah Swt. untuk berfirman kepada
Nabi Musa, serta masalah-masalah lain yang tidak disebutkan dengan jelas di
dalam Al-Qur'an karena tidak ada faedah dalam menentukan penyebutannya yang
berkaitan dengan orang-orang mukallaf dalam urusan agama dan keduniawian
mereka. Akan tetapi, menukil adanya perselisihan pendapat dari mereka hukumnya
boleh. seperti yang diterangkan di dalam firman Allah Swt.:
{سَيَقُولُونَ
ثَلاثَةٌ رَابِعُهُمْ كَلْبُهُمْ وَيَقُولُونَ خَمْسَةٌ سَادِسُهُمْ كَلْبُهُمْ
رَجْمًا بِالْغَيْبِ وَيَقُولُونَ سَبْعَةٌ وَثَامِنُهُمْ كَلْبُهُمْ قُلْ رَبِّي
أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ مَا يَعْلَمُهُمْ إِلا قَلِيلٌ فَلا تُمَارِ فِيهِمْ إِلا
مِرَاءً ظَاهِرًا وَلا تَسْتَفْتِ فِيهِمْ مِنْهُمْ أَحَدًا}
Nanti (ada orang yang akan) mengatakan
(jumlah mereka) adalah tiga orang, yang keempatnya adalah anjingnya. Dan (yang
lain) mengatakan, "(Jumlah mereka) adalah lima orang, yang keenam adalah
anjingnya," sebagai terkaan terhadap barang yang gaib. Dan (yang lain
lagi) mengatakan, "(Jumlah mereka) tujuh orang, yang kedelapan adalah
anjingnya." Katakanlah.”Tuhan kami lebih mengetahut jumlah mereka; tidak
ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit." Karena itu,
janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka kecuali pertengkaran
lahir saja, dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu)
kepada seorang pun di antara mereka. (Al-Kahfi: 22)
Ayat yang mulia ini mengandung etika dalam
menanggapi masalah seperti ini dan mengajarkan kepada kita sikap yang sebaiknya
dilakukan dalam menghadapinya. Allah Swt. menceritakan pendapat-pendapat mereka
yang terdiri atas tiga pendapat; kedua pendapat pertama dianggap lemah, tetapi
Dia tidak menanggapi pendapat yang ketiga. Hal ini menunjukkan bahwa pendapat
yang ketiga ini benar; sebab seandainya batil, niscaya Allah menyangkalnya.
sebagaimana yang Dia lakukan terhadap kedua pendapat sebelumnya. Kemudian Allah
memberikan petunjuk bahwa tidak ada faedahnya mengetahui bilangan mereka (pemuda-pemuda
yang tinggal di gua tersebut). Untuk menanggapi masalah seperti ini Allah Swt.
berfirman:
{قُلْ
رَبِّي أَعْلَمُ بِعِدَّتِهِمْ}
Katakanlah, "Tuhanku
lebih mengetahui jumlah mereka."
(Al-Kahfi: 22)
Sesungguhnya tidak ada yang mengetahui hal tersebut
kecuali hanya sedikit, yaitu hanya orang-orang yang diperlihatkan oleh Allah
Swt. hal tersebut. Maka ditegaskan oleh Allah Swt. melalui firman-Nya:
{فَلا
تُمَارِ فِيهِمْ إِلا مِرَاءً ظَاهِرًا}
Karena itu, janganlah kamu (Muhammad)
bertengkar tentang hal mereka kecuali pertengkaran lahir saja. (Al-Kahfi: 22)
Dengan kata lain, janganlah kamu menyusahkan dirimu
untuk hal-hal yang tidak ada faedahnya; jangan pula kamu menanyakan kepada
mereka masalah tersebut, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui hal itu
melainkan hanya terkaan terhadap barang yang gaib (tidak kelihatan).
Hal ini merupakan metode yang paling baik untuk
mengisahkan masalah yang diperselisihkan, yaitu hendaknya kita bersikap
menampung semua pendapat yang dikemukakan dalam masalah yang dimaksud, tetapi
hendaknya pula bersikap jeli dalam menilai pendapat yang sahih di antara semua
pendapat yang dikemukakan. bersikap tegas terhadap pendapat yang batil, dan
memperingatkan akibat dari perselisihan agar persengketaan tidak berkelanjutan
dan tidak terjebak ke dalam perselisihan yang sama sekali tak berfaedah hingga
banyak pekerjaan penting yang terbengkalai.
Orang yang menceritakan suatu masalah yang
diperselisihkan tanpa menampung semua pendapat pihak yang bersangkutan di
dalamnya, maka informasi yang dikemukakannya itu kurang lengkap, mengingat
adakalanya pendapat yang benar berada pada pihak yang tidak disebutkannya. Atau
dia menceritakan suatu perselisihan secara apa adanya tanpa menggarisbawahi
pendapat yang benar di antara semua pendapat yang ada. maka informasi yang
diajukannya terbilang kurang pula. Jika dia membenarkan pendapat yang keliru
dengan sengaja, berarti dia melakukan suatu kedustaan secara sengaja. Atau jika
dia tidak mengerti, berarti dia telah melakukan suatu kekeliruan. Demikian pula
halnya orang yang melibatkan dirinya dalam suatu perselisihan tentang masalah
yang sama sekali tidak berguna, atau dia menceritakan berbagai pendapat secara
teks, padahal kesimpulan dari semua pendapat tersebut dapat diringkas menjadi
satu atau dua pendapat, berarti dia menyia-nyiakan waktu yang berharga dan
memperbanyak hal-hal yang tidak benar. Perihalnya sama dengan seseorang yang
berdusta ditinjau dari sisi mana pun. Hanya kepada Allah jualah memohon taufik
ke jalan yang benar.
Jika kita tidak menemukan tafsir di dalam Al-Qur'an,
tidak pula di dalam sunnah serta riwayat dari kalangan para sahabat, hendaklah
merujuk kepada pendapat para tabi'in, sebagaimana yang diajukan oleh kebanyakan
para imam, antara lain Mujahid ibnu Jabar; karena sesungguhnya dia merupakan
seorang pentolan dalam tafsir. menurut Muhammad ibnu Ishaq.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Aban ibnu Saleh, dari Mujahid yang pernah berkata, "Aku pernah
memaparkan Al-Qur'an kepada Ibnu Abbas sebanyak tiga kali bacaan, mulai dari
pembukaan hingga khatam. Aku menghentikan bacaanku pada tiap-tiap ayat dari
Al-Qur'an, lalu bertanya kepadanya mengenai penafsirannya."
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah bercerita kepada
kami Abu Kuraib dan Talq ibnu Ganam, dari Usman Al-Makki, dari Ibnu Abu
Mulaikah yang pernah mengatakan, "Aku pernah melihat Mujahid bertanya
kepada Ibnu Abbas mengenai tafsir Al-Qur'an, sedangkan Muj'ahid memegang
mushaf-nya." lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya, "Tulislah!",
hingga Mujahid menanyakan kepadanya tentang tafsir secara keseluruhan. Karena
itu, Sufyan As-Sauri mengatakan, "Apabila datang kepadamu suatu tafsiran
dari Mujahid, hal itu sudah cukup bagimu."
Yang dapat dijadikan rujukan lagi ialah seperti
Sa'id ibnu Jubair, ikrimah maula Ibnu Abbas, Ata ibnu Abu Rabah, Al-Hasan
Al-Basri, Masruq ibnul Ajda', Sa'id ibnul Musayyab, Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu
Anas. Qatadah, Dahhak ibnu Muzahim. dan lain-lainnya dari kalangan para tabi'in
dan para pengikut mereka.
Manakala kita menyebutkan pendapat-pendapat mereka
dalam suatu ayat. tampak sekilas dalam ungkapan mereka perbedaan yang oleh
orang yang tidak mengerti akan diduga sebagai suatu perselisihan, pada akhirnya
dia menceritakannya dalam berbagai pendapat. Padahal kenyataannya tidaklah
demikian, karena di antara mereka ada seseorang yang mengungkapkan sesuatu
melalui hal-hal yang berkaitan dengannya atau persamaannya saja. Di antara
mereka ada yang menanyakan sesuatu masalah seperti apa adanya, tetapi pada
kebanyakan kasus sebenarnya pendapat mereka sama. Maka hal seperti ini harap
diperhatikan oleh orang yang berakal cerdas. dan Allah-lah yang memberi
petunjuk.
Syu'bah ibnul Hajjaj dan lain-lainnya pernah
mengatakan bahwa pendapat para tabi'in dalam masalah furu’ (cabang) bukan
merupakan suatu hujah, maka bagaimana pendapat mereka dalam tafsir dapat
dijadikan sebagai hujah? Dengan kata lain, pendapat mereka tidak dapat
dijadikan sebagai hujah terhadap selain mereka yang berpendapat berbeda, dan
memang pendapat ini benar. Akan tetapi, jika mereka sepakat atas sesuatu hal,
tidak diragukan lagi kesepakatan mereka itu merupakan suatu hujah. Jika mereka
berselisih pendapat, maka pendapat sebagian dari mereka tidak dapat dijadikan
sebagai hujah atas yang lainnya, tidak pula atas orang-orang sesudah mereka.
Sebagai jalan keluarnya ialah merujuk kepada bahasa Al-Qur'an, atau sunnah,
atau bahasa Arab secara umum, atau pendapat para sahabat.
Mengenai menafsirkan Al-Qur'an berdasarkan rasio
belaka, hukumnya haram menurut riwayat Muhammad ibnu Jarir. Dia mengatakan
bahwa:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ،
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنِي عَبْدُ
الْأَعْلَى، هُوَ ابْنُ عَامِرٍ الثَّعْلَبِيُّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "
مَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ، أَوْ بِمَا لَا يَعْلَمُ، فَلْيَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ "
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu
Basysyar, Yahya ibnu Sa'id, Sufyan; dan telah menceritakan kepadaku Abdul A’la,
yaitu Ibnu Amir As-Sa'labi, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi
Saw. yang bersabda: Barang siapa yang menafsirkan Al-Qur'an dengan
pendapatnya sendiri atau dengan apa yang tidak ia ketahui, maka hendaklah ia
bersiap-siap menempati tempat duduknya di neraka.
Demikianlah menurut yang diketengahkan oleh Imam
Turmuzi dan Imam Nasai melalui berbagai jalur dari Sufyan As-Sauri. Hadis yang
sama diriwayatkan pula oleh Imam Abu Daud, dari Musaddad, dari Abu Awanah, dari
Abdul A’la secara marfu’. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan. Hal
yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Yahya ibnu Talhah Al-Yarbu'i,
dari Syarik, dari Abdul A’la secara marfu’. Tetapi hadis ini diriwayatkan pula
oleh Muhammad ibnu Hummad ibnu Humaid, dari Al-Hakam ibnu Basyir, dari Amr ibnu
Qais Al-Malai, dari Abdul A’la, dari Sa'id, dari Ibnu Abbas secara mauquf. Juga
dari Muhammad ibnu Humaid, dari Jarir, dari Lais, dari Bakr, dari Said ibnu
Jubair, dari ibnu Abbas, dianggap sebagai perkataaan Ibnu Abbas sendiri
(mauquf).
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنَا
الْعَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ الْعَظِيمِ العَنْبَرِي، حَدَّثَنَا حَبَّان بْنُ
هِلَالٍ، حَدَّثَنَا سُهَيْلٌ أَخُو حَزْمٍ، حَدَّثَنَا أَبُو عِمْرَانَ الجَوْني،
عَنْ جُنْدب؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قَالَ: " مَنْ قَالَ فِي
الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَقَدْ أَخْطَأَ "
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada
kami Al-Abbas ibnu Abdul Azim Al-Anbari, Hayyan ibnu Hilal. Sahl (saudara
Hazm), dan Abu Imran Al-Juni, dari Jundub, bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Barang
siapa yang mengartikan Al-Qur'an dengan pendapatnya sendiri, sesungguhnya dia
telah keliru.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam
Turmuzi, dan Imam Nasai, dari hadis Sahl ibnu Abu Hazm Al-Qutai'i. Imam Turmuzi
mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib karena ada sebagian ahlul 'ilmi
membicarakan tentang diri Suhail. Menurut lafaz hadis lainnya —dari mereka
juga— disebutkan seperti berikut:
"مَنْ
قَالَ فِي كِتَابِ اللَّهِ بِرَأْيِهِ، فَأَصَابَ، فَقَدْ أَخْطَأَ"
Barang siapa yang mengartikan Kitabullah
dengan pendapatnya sendiri dan ternyata benar, maka sesungguhnya dia keliru.
Dengan kata lain, dia telah memaksakan diri
melakukan hal yang tiada pengetahuan baginya tentang hal itu, dan dia telah
menempuh jalan selain dari apa yang diperintahkan kepadanya. Seandainya dia
benar dalam mengupas makna sesuai dengan apa yang dimaksud, ia masih tetap
tergolong keliru karena jalur yang dilaluinya bukan yang semestinya. Perihalnya
sama dengan orang yang memutuskan hukum di antara manusia tanpa pengetahuan,
maka dia masuk neraka, sekalipun hukum yang diputuskannya sesuai dengan
kebenaran yang dimaksud, hanya saja dosanya lebih ringan daripada dosa orang
yang keliru.
Allah Swt. menamakan orang-orang yang menuduh orang
lain berbuat zina sebagai orang-orang pendusta, seperti yang disebutkan di
dalam firman -Nya:
فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَداءِ فَأُولئِكَ
عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكاذِبُونَ
Mengingat mereka tidak mendatangkan
saksi-saksi, maka mereka itulah pada sisi Allah orang-orang yang berdusta. (An-Nur: 13)
Orang yang menuduh berzina adalah pendusta,
sekalipun dia menuduh orang yang benar-benar berbuat zina, karena dia telah
menceritakan hal yang tidak dihalalkan baginya mengemukakannya, sekalipun dia
memang menceritakan apa yang dia ketahui dengan mata kepala sendiri, mengingat
dia memaksakan diri melakukan hal yang tiada pengetahuan baginya tentang hal
itu.
Segolongan ulama Salaf merasa keberatan menafsirkan
sesuatu yang tiada pengetahuan bagi mereka tentang hal itu. Sehubungan dengan
hal ini Syu'bah telah meriwayatkan dari Sulaiman, dari Abdullah ibnu Murrah,
dari Abu Ma-mar, bahwa Abu Bakar r.a. pernah mengatakan, "Bumi siapakah
tempat aku berpijak, langit siapakah yang menaungiku jika aku mengatakan dalam
Kitabullah hal-hal yang tidak aku ketahui?"
Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid, dari Al-Awwam ibnu Hausyah, dari
Ibrahim At-Taimi, bahwa Abu Bakar r.a. pernah ditanya mengenai makna
firman-Nya:
وَفاكِهَةً وَأَبًّا
Dan buah-buahan serta rumput-rumputan. (Abasa: 31)
Abu Bakar menjawab, "Bumi siapakah tempat aku
berpijak, langit siapakah yang menaungiku jika aku mengatakan dalam Kitabullah
hal-hal yang tidak ku ketahui?" Asar ini berpredikat munqati'.
Abu Ubaid mengatakan pula bahwa telah menceritakan
kepada kami Yazid, dari Humaid, dari Anas, bahwa Khalifah Umar r.a. pernah
membacakan ayat berikut di atas mimbar: Dan buah-buahan serta
rumput-rumputan. (Abasa: 31) Lalu ia mengatakan, "Kalau buah-buahan
ini kami telah mengetahuinya, tetapi apakah yang dimaksud dengan al-ab ?"
Kemudian Umar berkata kepada dirinya sendiri, "Hai Umar, sesungguhnya apa
yang kamu lakukan itu benar-benar suatu perbuatan memaksakan diri."
Muhammad ibnu Sa'd mengatakan, telah menceritakan
kepada kami Sulaiman ibnu Harb, Hammad ibnu Zaid, dari Sabit, dari Anas yang
mengatakan, "Suatu ketika kami berada di dekat Khalifah Umar r.a., dia
memakai baju yang ada empat buah tambalan, lalu dia membacakan firman-Nya, 'Dan
buah-buahan serta rumput-rumputan' (Abasa: 31). Lalu dia berkata, 'Apakah
al-ab itu?' Dia menjawab sendiri pertanyaannya, 'Ini hal yang dipaksakan, tiada
dosa bagimu bila tidak mengetahuinya'."
Semua riwayat di atas diinterpretasikan bahwa
sesungguhnya kedua sahabat tersebut (Abu Bakar r.a. dan Umar r.a.) hanya ingin
mengetahui rahasia yang terkandung di dalam al-ab ini, mengingat pengertian
lahiriahnya yang menunjukkan bahwa al-ab adalah suatu jenis tumbuh-tumbuhan
bumi sudah jelas dan tidak samar lagi, seperti dalam firman lainnya, yaitu:
فَأَنْبَتْنا فِيها حَبًّا وَعِنَباً
Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu
dan anggur.
(Abasa: 27)
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim dan Ibnu Ulayyah, dari Ayyub, dari Ibnu Abu
Mulaikah, bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai makna suatu ayat 'seandainya
seseorang di antara kalian ditanya mengenainya, niscaya dia akan menjawabnya'.
Akan tetapi, Ibnu Abbas menolak dan tidak mau menjawabnya. Asar ini berpredikat
sahih.
Abu Ubaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Ismail ibnu Ibrahim, dari Ayyub, dari Ibnu Abu Mulaikah yang menceritakan,
"Seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Abbas tentang pengertian suatu hari
yang lamanya seribu tahun." Tetapi Ibnu Abbas r.a. balik bertanya,
"Apakah yang dimaksud dengan suatu hari yang lamanya lima puluh ribu
tahun?" Lelaki tersebut berkata, "Sesungguhnya aku bertanya kepadamu
agar kamu menceritakan jawabannya kepadaku." Lalu Ibnu Abbas berkata,
"Keduanya merupakan dua hari yang disebut oleh Allah di dalam Kitab-Nya.
Allah lebih mengetahui tentang keduanya." Ternyata Ibnu Abbas menolak
untuk mengatakan sesuatu dalam Kitabullah hal-hal yang tidak ia ketahui.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan
kepadaku Ya'qub (yakni Ibnu Ibrahim), telah menceritakan kepada mereka Ibnu
Ulayyah. dari Mahdi ibnu Maimun. dari Al-Walid ibnu Muslim yang menceritakan
bahwa Talq ibnu Habib pernah datang kepada Jundub ibnu Abdullah, lalu bertanya
kepadanya tentang makna sebuah ayat dari Al-Qur'an. Maka Jundub ibnu Abdullah
berkata.”Aku merasa berdosa bila kamu mau mendengarkannya dariku dan tidak mau
beranjak dariku." Atau dia mengatakan, "Aku merasa berdosa bila kamu
mau duduk denganku."
Malik meriwayatkan dari Yahya ibnu Sa'id, dari Sa'id
ibnul Musayyab, bahwa dia pernah ditanya mengenai tafsir suatu ayat Al-Qur-'an,
lalu dia menjawab.”Sesungguhnya kami tidak pernah mengatakan suatu pendapat pun
dari diri kami sendiri dalam Al-Qur'an."
Al-Lais meriwayatkan dari Yahya ibnu Sa'id, dari
Sa'id ibnu Musayyab, bahwa dia tidak pernah berbicara mengenai Al-Qur'an
kecuali hal-hal yang telah dimakluminya.
Syu'bah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah yang
pernah bercerita bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Sa'id ibnul Musayyab
tentang makna suatu ayat dari Al-Qur'an. Maka Sa'id ibnul Musayyab menjawab,
"Janganlah kamu bertanya kepadaku mengenai Al-Qur'an, tetapi bertanyalah
kepada orang yang menduga bahwa baginya tiada sesuatu pun dari Al-Qur'an yang
samar." Yang dia maksudkan adalah Ikrimah.
Ibnu Syauzab mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Yazid ibnu Abu Yazid yang pernah mengatakan bahwa kami pernah bertanya kepada
Sa'id ibnul Musayyab mengenai masalah halal dan haram, dia adalah orang yang
paling alim mengenainya. Akan tetapi. bila kami bertanya kepadanya tentang
tafsir suatu ayat dari Al-Qur'an, maka ia diam, seakan-akan tidak mendengar
pertanyaan kami.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan
kepadaku Ahmad ibnu Abdah Ad-Dabbi, Hammad ibnu Zaid, Ubaidillah ibnu Umar yang
pernah mengatakan, "Aku menjumpai para ahli fiqih kota Madinah, dan
ternyata mereka menganggap dosa besar orang yang menafsirkan Al-Qur'an dengan
pendapatnya sendiri. Di antara mereka ialah Salim ibnu Abdullah, Al-Qasim ibnu
Muhammad. Sa'id ibnul Musayyab, dan Nafi'."
Abu Ubaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Abdullah ibnu Saleh. dari Lais, dari Hisyam ibnu Urwah yang pernah mengatakan,
"Aku belum pernah mendengar ayahku menakwilkan suatu ayat pun dari
Kitabullah."
Ayyub dan Ibnu Aun serta Hisyam Ad-Dustuwai telah
meriwayatkan dari Muhammad ibnu Sirin yang pernah mengatakan bahwa dia pernah
bertanya kepada Ubaidah (yakni As-Salmani) tentang makna suatu ayat dari
Al-Qur'an, maka As-Salmani menjawab, "Orang-orang yang mengetahui latar
belakang Al-Qur'an diturunkan telah tiada, maka bertakwalah kepada Allah dan
tetaplah kamu pada jalan yang lurus."
Abu Ubaid mengatakan bahwa telah menceritakan kepada
kami Mu'az, dari Ibnu Aun, dari Abdullah ibnu Muslim ibnu Yasar, dari ayahnya
yang menceritakan,"Apabila kamu berbicara mengenai suatu Kalamullah, maka
berhentilah sebelum kamu melihat pembicaraan yang sebelum dan sesudahnya."
Telah menceritakan kepada kami Hasyim, dari Mugirah,
dari Ibrahim yang pernah mengatakan, "Teman-teman kami selalu menghindari
tafsir dan merasa takut terhadapnya."
Syu'bah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Abus Safar,
bahwa Asy-Sya'bi pernah mengatakan, "Demi Allah, tiada suatu ayat pun
melainkan aku pernah menanyakan tentang maknanya. Akan tetapi, jawabannya
merupakan riwayat dari Allah Swt."
Abu Ubaid pernah mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Hasyim. Amr ibnu Abu Zaidah. dari Asy-Sya'bi. dari Masruq yang
telah berkata, "Hindarilah tafsir oleh kalian, karena sesungguhnya tafsir
itu tiada lain merupakan riwayat dari Allah" (yakni dengan Al-Qur'an
lagi).
Asar-asar yang sahih ini dan lainnya yang sejenis
dari para imam ulama Salaf mengandung makna yang menyatakan bahwa mereka merasa
keberatan berbicara tentang tafsir tanpa ada pengetahuan pada mereka. Adapun
orang yang membicarakan tentang tafsir yang dia ketahui makna lugawi dan
syar'i-nya, tidak ada dosa baginya. Telah diriwayatkan dari mereka dan yang
lainnya berbagai pendapat mengenai tafsir, tetapi tidak ada pertentangan karena
mereka berbicara tentang apa yang mereka ketahui, dan mereka diam tidak membicarakan
hal-hal yang tidak mereka ketahui. Hal seperti inilah yang wajib dilakukan oleh
setiap orang, sebagaimana diwajibkan atas seseorang untuk diam tidak
membicarakan hal yang tidak ia ketahui, maka diwajibkan pula baginya menjawab
pertanyaan apa yang dia ketahui, karena ada firman Allah Swt. yang mengatakan:
لَتُبَيِّنُنَّهُ لِلنَّاسِ وَلا تَكْتُمُونَهُ
Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu
kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya. (Ali Imran: 187)
Dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan melalui berbagai jalur
disebutkan:
"مَنْ
سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ، ألْجِم يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ
نَارٍ"
Barang siapa ditanya mengenai suatu ilmu,
lalu dia menyembunyikannya, niscaya mulutnya akan disumbat dengan kendali dari
api di hari kiamat nanti.
Mengenai hadis yang diriwayatkan Abu Ja'far ibnu
Jarir, bahwa:
حَدَّثَنَا عَبَّاسُ بْنُ عَبْدِ
الْعَظِيمِ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدِ بْنِ عَثْمة، حَدَّثَنَا جَعْفَرُ
بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الزُّبَيْرِيِّ، حَدَّثَنِي هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُفَسِّرُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْآنِ إِلَّا آيًا تُعد، عَلَّمَهُنَّ
إيَّاه جِبْرِيلُ، عَلَيْهِ السَّلَامُ.
telah menceritakan kepada kami Abbas ibnu Abdul Azim,
Muhammad ibnu Khalid ibnu Asamah, Abu Ja'far ibnu Muhammad Az-Zubairi, telah
menceritakan kepadaku Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah yang
mengatakan, "Nabi Saw. tidak pernah menafsirkan sesuatu dari Al-Qur'an
kecuali hanya beberapa bilangan ayat saja yang pernah diajarkan oleh Malaikat
Jibril kepadanya."
Kemudian Abu Ja'far meriwayatkannya pula dari Abu
Bakar Muhammad ibnu Yazid At-Tartusi, dari Ma'an ibnu Isa, dari Ja'far ibnu
Khalid, dari Hisyam dengan lafaz yang sama. Maka kedua hadis tersebut
berpredikat munkar lagi garib.
Ja'far yang disebutkan di atas adalah Ibnu Muhammad
ibnu Khalid ibnuz Zubair ibnu Awwam Al-Qurasyi Az-Zubairi. Menurut Imam
Bukhari, hadisnya itu tidak terpakai: sedangkan menurut penilaian Al-Hafiz Abul
Fath Al-Azdi, hadisnya berpredikat munkar.
Akan tetapi, Al-Imam Abu Ja'far memberikan komentar
yang kesimpulannya mengatakan bahwa ayat-ayat tersebut termasuk hal-hal yang
tidak dapat diketahui kecuali berdasarkan pemberitahuan dari Allah Swt. yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril kepadanya. Pendapat ini merupakan takwil yang
benar seandainya hadis yang dimaksud berpredikat sahih. Karena sesungguhnya ada
sebagian dari Al-Qur'an yang maknanya hanya diketahui oleh Allah saja. sebagian
hanya diketahui oleh ulama, sebagian dapat diketahui oleh orang Arab melalui
bahasa mereka, dan sebagian tidak dimaafkan bagi seseorang bila tidak
mengetahuinya, seperti yang telah dijelaskan oleh Ibnu Abbas dalam riwayat yang
diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Basysyar. telah menceritakan kepada kami Muammal,
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abuz Zanad, bahwa Ibnu Abbas pernah
mengatakan, "Tafsir itu ada empat macam, yaitu tafsir yang diketahui oleh
orang Arab melalui bahasanya, tafsir yang tidak dimaafkan bagi seseorang bila
tidak mengetahuinya, tafsir yang hanya diketahui oleh ulama, dan tafsir yang
tiada seorang pun mengetahui maknanya kecuali hanya Allah."
Ibnu Jarir mengatakan, "Hadis seperti itu telah
diriwayatkan pula, hanya di dalam sanadnya masih ada sesuatu yang perlu
dipertimbangkan." Hadis tersebut adalah seperti berikut:
حَدَّثَنِي يُونُسُ بْنُ عَبْدِ
الْأَعْلَى الصَّدَفِيُّ، أَنْبَأَنَا ابْنُ وَهْبٍ قَالَ: سَمِعْتُ عَمْرَو بْنَ
الْحَارِثِ يُحَدِّثُ عَنِ الْكَلْبِيِّ، عَنْ أَبِي صَالِحٍ، مَوْلَى أُمِّ
هَانِئٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَبَّاسٍ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم قَالَ: "أُنْزِلَ الْقُرْآنُ عَلَى أَرْبَعَةِ
أَحْرُفٍ: حَلَالٌ وَحَرَامٌ، لَا يُعْذَرُ أَحَدٌ بِالْجَهَالَةِ بِهِ.
وَتَفْسِيرٌ تفسره [العرب، وتفسير تُفَسِّرُهُ] الْعُلَمَاءُ. وَمُتَشَابِهٌ لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَمَنِ ادَّعَى عِلْمَهُ سِوَى اللَّهِ فَهُوَ
كَاذِبٌ"
Telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul A’la
As-Sadfi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb. bahwa ia pernah mendengar
Amr ibnul Hars menceri-akan sebuah hadis dari Al-Kalbi, dari Abu Saleh maula
Ummu Hani', dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda,
"Al-Qur'an diturunkan terdiri atas empat kelompok, yaitu halal
dan haram yang tidak dapat dimaafkan bagi seseorang bila tidak mengetahuinya,
tafsir yang dapat diketahui oleh orang Arab. tafsir yang hanya diketahui oleh
ulama, dan mutasyabih yang tidak diketahui kecuali hanya oleh Allah Swt. Barang
siapa mengakui mengetahui yang mutasyabih —selain Allah—, dia adalah dusta."
Pertimbangan yang diisyaratkan Ibnu Jarir sehubungan
dengan sanadnya ialah dari segi Muhammad ibnus Saib Al-Kalbi, karena
sesungguhnya dia adalah orang yang matruk (tidak terpakai) hadisnya. Akan
tetapi, adakalanya dia memang matruk, hanya hadis ini diduga marfu, dan
barangkali hadis ini adalah perkataan Ibnu Abbas sendiri, seperti yang telah
disebutkan di atas tadi.
0 komentar:
Posting Komentar