Home » » Tharîqah Uwaisiyah

Tharîqah Uwaisiyah

Written By pp ashshiddiqiyah on Kamis, 22 Januari 2015 | 16.02



Tharîqah Uwaisiyah

Penisbatan Tharîqah kepada Uwais al-Qarni Ra (w. 36 H) Abu „Amir Uwais bin „Amir al-Muradi Tsumma al-Qarn. Beliau adalah termasuk golongan pembesar Tabi‟in (menurut Pendapat yang ashah) (Syaikh Ismâil haqqi bin Musthâfa al-Khalwati al-Barsawi, Tamâm al-Faidh fi Bâbi al-Rijâl. Libanon: Dar Kutub al-Ilmiyah, 2010. halaman: 18), bahkan termasuk pembesar Tabi‟in dan orang yang paling utama pada masanya. Kedudukan Uwais al-Qarni Ra disaksikan sendiri oleh Rasûlullâh Saw., beliau bersabda:


“Aku mencium nafas tuhan yang Maha Rahman dari arah tanah Yaman”


Yang dimaksud oleh nabi adalah mencium bau harum kekasih Allâh Swt. yaitu Uwais al-Qarni Ra.
Rasûlullâh Saw. menuturkan keistimewaan Uwais dikabarkan Allâh Swt. kepada Umar dan Ali bahwa: ”Ada seseorang dari umatku yang bisa memberikan syafaat di hari kiamat sebanyak bulu domba dari jumlah domba yang dimiliki oleh Rabbiah dan Mudhar (keduanya dikenal karena mempunyai domba yang banyak), lalu para sahabat bertanya: “Siapa dia wahai Rasûlullâh Saw.?”. Rasul Saw. Menjawab: “Ia adalah hamba Allâh Swt”. Siapa namanya ya Rasul? “Rasul menjawab: “Ia bernama Uwais al-Qarni Ra”.
Rasul Saw. bersabda: “Yang mencegah untuk menemuiku adalah dua hal (1) karena keadaan, dan (2) karena dia menghormati aturan. Sebab dia mengasuh ibunya yang sudah tua, buta matanya, lumpuh kedua tangan dan kakinya. Uwais bekerja sebagai pengembala unta di siang hari dengan upah yang cukup untuk dibelanjakan untuk ibunya, dirinya dan dishadaqahkan kepada tetangganya yang miskin. Para sahabat bertanya apakah kita bisa melihatnya atau tidak? Rasul Saw. bersabda: Abu Bakar al-Shiddiq r.a tidak bisa menemukannya, yang bisa menemukan dia adalah Umar dan Ali. Dia memiliki ciri-ciri berambut lebat, dan memiliki tanda putih sebesar dirham pada bahu kiri dan telapak tangannya tanda putih, tanda putih itu bukan penyakit belang (barosh). Jika kalian menemukan dia sampaikan salamku padanya, lalu mintakan doanya untuk umatku”, (Muslim, Shahih Muslim hadits, Libanon: Dar al-Fikr, nomor: 2542 jilid 4, juz 7, halaman: 188 & Farid al-Din al-Attor, Tadzkirat al-Auliyâ‟, Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010. halaman: 49).

Setelah Rasûlullâh Saw. dan Abu Bakar al-Shiddiq r.a wafat, Umar diangkat menjadi Khalifah. Di sela-sela kesibukan Umar sebagai Khalifah beliau teringat tentang sabda Rasul tentang Uwais. Lalu Umar mengajak Ali bin Abi Thalib untuk mencarinya di kota Najt (Yaman). Umar mengumpulkan penduduk Najt dan bertanya: Apakah di antara kalian ada seseorang dari suku Qorn? penduduk Najt menjawab: “Ya”. Kemudian salah satu dari penduduk Qorn mendekati Umar, lalu Umar mengabarkan tentang Uwais dan para penduduk tidak mengenalnya. Dengan nada tinggi Umar berkata: “Nabi Muhammad Saw. pemilik syariat ini tidak berkata sembarangan”. Sebagian penduduk berkata: wahai pemimpin orang mukmin, Uwais adalah orang yang tidak pantas Engkau cari karena dia adalah orang gila lagi gelandangan. „Umar berkata: “Aku mendatangi kalian hanya untuknya, di mana dia?”. Para penduduk Najt menjawab: “Dia ada di lembah Uranah sedang mengembala unta di rerumputan, dia mengembala unta sampai waktu sore hari kemudian kami memberinya makan sore, dia tidak bergaul dalam keramaian penduduk, tidak berteman dengan siapapun, tidak memakan makanan orang pada umumnya, tidak bergembira seperti suka cita orang pada biasanya, justru dia menangis tatkala semua orang tertawa, dan dia tertawa tatkala banyak orang-orang menangis”. Umar berkata: “Bawalah aku menemui dia”. Lalu para penduduk mengantar Umar dan Ali menuju ke tempat Uwais, saat itu Uwais sedang shalat, ketika Uwais merasakan kedatangan Umar dan Ali, dia mempercepat shalatnya, lalu ketika Umar melihat Uwais selesai shalat, Umar langsung mengucapkan salam kepada Uwais. Lalu Uwais menjawab salam Umar dan Ali. Umar bertanya: “Siapa namamu?” Uwais menjawab: “Abdullah (hamba Allâh Swt.)”, Umar berkata, kita juga hamba-hamba Allâh Swt., siapa nama yang dikhususkan untukmu. Uwais menjawab: “Uwais”. Kemudian Umar berkata: “Tunjukkan tangan kananmu kepadaku”. Pada saat itu terlihat tanda putih di telapak tangan Uwais seperti yang disebutkan oleh nabi Muhammad Saw. Umar berkata: “Nabi kirim salam kepadamu dan berwasiat kepadamu untuk mendo‟akan aku”. Uwais berkata: “Engkau lebih utama mendo‟akan seluruh orang-orang muslim karena Engkau adalah orang yang paling utama di muka bumi ini”. Umar berkata: “Aku juga mendo‟akan orang mukmin tetapi seyogyanya Engkau mengikuti wasiat Nabi untuk berdo‟a”. Uwais keberatan untuk diminta mendo‟akan, sehingga Uwais berkata: “Wahai Umar mintalah do‟a kepada seseorang selain aku”. Umar membujuk Uwais untuk mau berdo‟a, lalu Umar berkata: “Rasul telah menunjukkan tanda-tandamu kepada kami, dan semua tanda itu ada padamu”. Uwais berkata: “Ambillah wasiat Nabi itu dariku”, lalu sahabat Umar dan Ali kembali ke Madinah, kemudian Uwais bersujud di tanah sambil berdo‟a: “Wahai Tuhanku, kekasihmu nabi Muhammad Saw. telah memindahkan keadaan ini kepadaku, kekasihmu berwasiat kepadaku untuk berdo‟a. Wahai tuhanku, Ampunilah seluruh umat nabi Muhammad Saw.”, (Farid al-Din al-Attor, Tadzkirat al-Auliyâ‟, Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010. halaman: 49-50).
Setelah pertemuan antara Uwais dengan Umar dan Ali, Lalu tersiar kabar bahwa Uwais memiliki derajat yang tinggi, sehingga penduduk kota Yaman selalu mencari dan mendatanginya. Dengan keadaan ini Uwais merasa terganggu untuk bermunajat kepada Allâh Swt., sehingga Ia meninggalkan Yaman agar tidak diketahui keberadaannya oleh penduduk, setelah itu tidak ada yang melihat Uwais di manapun kecuali Harim Bin Hayyan, dia berkata: “Aku mendengar bahwa Uwais bisa diterima syafa‟atnya pada hari qiamat, sehingga aku melakukan perjalanan untuk mencarinya, lama aku mencarinya sehingga hatiku terbuai kerinduan untuk bertemu dengan Uwais. Seluruh desa dan kota telah aku lalui, sehingga aku sampai di kota Kuffah. Pencarianku terhenti pada seorang laki-laki yang memiliki ciri-ciri yang persis seperti yang diceritakan Nabi, Umar, dan Ali. Laki-laki itu sedang berwudhu‟ di pinggir sungai Furadh. Hatiku senang sekali dan berucap salam padanya, kemudian dia menjawab dan melihat ke arahku, kemudian aku ingin mencium tangannya, tapi dia menolak. Aku berkata semoga Allâh Swt. mengasihimu dan mengampunimu wahai Uwais. Bagaimana kabarmu? Setelah aku bertanya seperti itu aku tidak kuasa membendung tangisku karena merasa kasihan terhadap keadaan Uwais yang lemah dan Uwais juga menangis. Usai menangis Uwais berkata: “Wahai Harim bin Hayyan, siapa yang menunjukkanmu kepadaku?”. Aku tidak menjawab pertanyaan itu,  lalu aku balik bertanya: “Bagaimana Anda tahu namaku dan bapakku ?” Uwais menjawab: “Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Waspada yang menceritakan kepadaku, ruhku telah mengenali ruhmu, karena antara ruh orang-orang mukmin saling mengenal”. Harim, berkata kepada Uwais: “Ceritakanlah kepadaku tentang haditsnya Rasul?” Uwais menjawab: “Aku tidak pernah bertemu dengan Nabi tetapi aku mendengar hadits Nabi yang diriwayatkan dari sahabatnya, aku tidak menyukai membuka pintu fatwa dan pengingat karena aku telah disibukkan selain hal itu”. Lalu aku berkata: “Aku menyukai mendengar ayat al-Qur‟an darimu, kemudian Uwais memegang tanganku sambil mengucapkan ta‟awudz, Uwais menangis tersedu-sedu, kemudian membaca ayat al-Quran:



Kemudian Uwais menjerit dengan keras, bahkan aku tidak mengetahui apakah akalnya masih ada atau tidak. Selang beberapa saat Uwais berkata: “Wahai Harim bin Hayyan, kenapa engkau mendatangiku?”. Aku menjawab: “Tujuanku mencarimu untuk merasa tenang dan nyaman bersamamu”, Uwais mengomentari jawabanku: “Aku tidak mengerti, bahwasanya orang yang mengenal Allâh Swt. bagaimana ia bisa merasa tenang dan nyaman bersama selain-Nya?”. Aku berkata: “Berilah aku wasiat”. Uwais berkata: “Jadikan kematian di bawah kepalamu (ingat pada kematian) dan di dalam kepalamu dan setelah itu tidak ada pengaruh kehidupan setelah kematian (tidak ingat pada kehidupan dunia dan yang diingat hanya Allâh Swt. semata), jangan Engkau memandang dosa kecil tapi pandanglah pada besarnya maksiat kepada Allâh Swt. karena jika Engkau meremehkan dosa maka Engkau telah meremehkan berpaling dari Allâh Swt”. Harim berkata: “Apa yang Engkau perintahkan kepadaku? Di tempat mana aku bermukim?” Uwais berkata: “Bertempatlah di Syam” Aku berkata: “Bagaimana aku mendapatkan penghidupan di kota Syam (Syiria)?” Uwais berkata: “Jauhkan perasaan itu dari hatimu, karena keragu-raguan telah mencemari hatimu, sehingga nasihat tidak bermanfaat”. aku berkata lagi: “Berilah aku wasiat” Uwais berkata: “Bapakmu Hayyan  telah mati, Nabi Adam, Hawa, Nuh, Ibrahim, Musa, Nabi Muhammad Saw. dan seluruh Nabi dan Rasul telah meninggal semua, abu Bakar, Umar bin al-Khattab telah mati” aku bertanya kepada Uwais “apakah Umar bin al-Khattab telah mati?” Uwais menjawab: “Ya. Allâh Swt. telah memberikan kabar kepadaku melalui ilham tentang kematian Umar bin al-Khattab”. Kemudian Uwais berkata: “Wahai Harim, aku dan Engkau termasuk golongan orang-orang yang mati”. Kemudian Uwais membaca shalawat kepada Nabi, berdo‟a dengan do‟a yang pelan. Lalu Uwais berkata: “Wasiatku kepadamu bersuluklah dengan jalan sesuai syari‟at dan Tharîqah orang-orang yang baik, jangan Engkau melupakan dzikir kepada Allâh Swt. walaupun sekejap, jika Engkau sudah sampai kepada kaummu berilah nasihat kepada mereka, jangan Engkau memutus nasihat (mengharapkan kebaikan) dari Hamba Allâh Swt., jangan Engkau menyimpang dari taat kepada pemimpin umat sehingga imanmu tidak keluar tanpa kamu sadari, Engkau tidak mengetahui apakah Engkau akan jatuh ke neraka atau tidak”. Kemudian Uwais berkata: “Wahai Harim, Engkau dan aku tidak akan pernah bertemu sejak saat ini, jangan lupakan aku dalam do‟a, berangkatlah ketika aku berangkat, jangan Engkau tinggalkan aku sedetikpun sebelum kepergianmu”. Lalu aku dan Uwais menangis, kemudian Uwais pergi sementara aku memandanginya dari belakang sampai Uwais naik ke gunung. Setelah peristiwa itu aku tidak melihat dan mengetahui keadaannya, (al-Din al-Attar, Tadzkirat al-Auliyâ‟. Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010. halaman: 51–52).

Sumber : Sabilus Salikin: Ensiklopedi Tharîqah/Tashawwuf
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : Official
Copyright © 2020. PP.ASHSHIDDIQIYAH SIMANDIANGIN - All Rights Reserved
Published by Ponpes Ashshiddiqiyah